Selasa, 03 Januari 2012

Kenapa bukan Namaku ??

“ I used to be love drunk, now I’m hungover, I loved you forever, forever is over”
We once agreed that it was love, although you and me are nothing the same you always shine on me like the stars above together, we give love a brand new name
But now we have to go back into reality and end these beautiful tracks of symphony suddenly the name of love changed to me it becomes a depressing infatuation about a never ending agony
(Intan’s poem for Ollie)
Aku duduk sendiri di tempat duduk yang terletak di pelataran parkir Logan International Airport. Malam sudah cukup larut ketika pesawatku akhirnya mendarat di Boston. Musim panas sudah sepenuhnya meninggalkan Boston, pelan-pelan digantikan oleh angin musim gugur yang terasa sangat menusuk tulang.
Selagi menunggu shuttle yang akan mengantarku ke penginapan, aku kembali membuka secarik kertas yang Intan berikan kepadaku kemarin dan mengulang-ulang dua bait puisi yang tertulis di sana.
A depressing infatuation about a never ending agony.
Itulah nama baru yang diberikan Intan kepada cinta kami berdua. Cinta yang sempat indah, tetapi harus terhenti di tengah jalan.
Kulipat kertas berisi puisi itu, lalu kuselipkan ke dalam dompetku. Setelah itu kubuka selembar foto yang ikut terlipat bersama kertas tadi. Itu adalah foto Intan dengan wajah menghadap ke kamera, sedang tersenyum lebar dan seluruh kulit wajahnya bercahaya indah, cantik sekali.
A depressing infatuation about a never ending agony.
Aku tertawa sendiri karena menyadari betapa sempurnanya kalimat itu dalam menjelaskan perasaanku terhadap Intan. Aku akan merindukannya. Namun, kerinduan itu akan sangat menyakitkan. kukecup foto itu sebelum kulipat dan kuselipkan kembali kedalam dompet.
Sejenak aku berpikir untuk menelponnya, namun setelah aku mengingat keputusannya tentang hubunganku dengannya, aku mulai merasakan sakit yang mengoyak tubuhku, melebihi sakit yang aku alami belakangan ini. Bagaimana tidak, ketika aku baru merasakan cinta dari seseorang yang tak biasa dari hidupku, aku harus rela memendam egoku untuk hidup bersamanya dengan bahagia karena dia akan menikah dengan lelaki pilihan orang tuanya.
Aku mencintai Intan karena kesederhanaanya, begitu pula dia.Intan sangat bahagia ketika bersamaku, itu ucapan terakhirnya ketika mengantarku ke airport.
Aneh, dia merasa bahagia denganku tapi tak mau hidup bersamaku…. Yahh, itulah Intan. Perempuan yang selalu menomor duakan perasaanya sendiri dan selalu ingin melihat orang lain bahagia.
“ aku sangat mencintaimu Ollie, sangat.. bahkan lebih dari apa yang kamu tau, namun apa gunanya aku bahagia jika papa tak pernah merestui hubungan kita”.  Ucap Intan sambil menatapku lekat waktu itu.
Kalau Intan ingin melihat orang lain bahagia karenanya, kenapa orang lain itu bukan aku???
Kenapa ia tak memikirkan perasaanku ketika itu??
Kenapa ia tak lari saja dari kehidupannya dan mengajakku untuk memulai sebuah kehidupan yang baru bersamanya??
Kenapa??....

*itu yang selalu ada dalam setiap lamunanku. Pertanyaan-pertanyaan itu lah yang selama ini tak sanggup untuk Intan jawab didepanku.
Tersenyum, dan sesekali kulihat butiran air mata terendap di pelupuk matanya.
Saat-saat seperti itulah yang tak bisa membuatku lama untuk mengintrogasinya. Aku sangat mencintainya, dan aku akan mencintainya dengan caraku.
“ mencintainya dalam diam.”

*5 tahun berlalu

Malam ini, aku baru menginjakkan kakiku kembali ke tanah air. Entah hal apa yang seoalah membuatku kembali ke kota yang punya banyak kenangan ini.
“ apa aku merindukan cinta lama ku dulu? Intan? Atau ada hal lain yang ingin Tuhan tunjukkan padaku? Entahlah…”  namun, jika aku merindukan Intan, rasanya bukan malam ini saja, karena bagiku semua malam yang aku lalui adalah waktu dimana aku sangat merasa merindukannya.
Hari ke tigaku,
Aku menyusuri taman yang dulu menjadi tempat paling nyaman ditengah keruwetan aktifitasku di kampus. Yah.. lagi-lagi. Dimana ada aku pasti disitu ada Intan yang selalu berada dalam gandenganku.
Selama 5 tahun sudah aku mencoba melupakannya, namun rupanya usahaku melarikan diri ke Boston sia-sia. Sekarang aku malah duduk termangu mengingat kembali masa-masa dimana aku bersamanya menjadi makhluk Tuhan yang paling bahagia.
*didepan rumah kekasihku dulu, Intan…
“cari siapa mas?” sapa gadis belia yang sambil menenteng majalah di tangan  kirinya.
“ mmm.. Intan. Apa bener ini rumah Intan?? Saya ingin bertemu dengannya.”
*suasana hening
“dek,, adek?? Intannya ada??” sergapku berusaha membuyarkan lamunan gadis itu.
“ mari mas masuk. Saya buatkan minum yaa.. masnya mau apa?? Es? Atau… “
“ terserah kamu saja, terimakasih.”
*3 jam berlalu, dan…
“mas.. masnya gak pa-pa kan??... mungkin ini memang berat. Tapi itulah kenyataannya. Kak Intan dimakamkan di dekat pusara mama, itu permintaan terakhirnya.” Ucap adik perempuan Intan yang sempat bersekolah mode di paris dan ternyata gadis itu yang sering diceritakan Intan padaku, dulu.   
Pelan tapi pasti, aku beranjak dari kursi dan meninggalkan gadis yang terlihat sekilas berwajah mirip dengan kekasihku Intan.
Bisa kalian bayangkan tentang bagaimana kabar Intan, gadis yang sangat hebat yang bisa membuatku tetap jatuh cinta padanya meskipun saat itu aku tau dia lebih memilih orang lain ketimbang aku, dan tak pernah membuatku sukses untuk melupakannya, kini dia telah tiada. Intan pergi untuk selama-lamanya 5 tahun yang lalu, persis 2 bulan setelah aku meninggalkan Jakarta.
“Intan mencintaiku dengan diam”
Selama ini aku pikir akulah satu-satunya orang yang paling berkorban untuknya, tetapi itu semua salah.
Intan meninggal karena dialah pendonor hati untukku.
Aku di diaknosa dokter mengidap kanker hati sejak umurku 20 tahun. Jika aku ingin tetap hidup, aku harus segera di operasi. Yaa, satu-satunya cara aku harus ke Boston untuk di operasi dan melakukan pencangkokan hati. Namun tanpa aku ketahui intan mendaftarkan diri sebagai pendonor untukku, dan hasilnya cocok. Sebuah kebetulan atau memang ini cara Tuhan menyatukan hati kami.
Awalnya aku keberatan untuk di operasi, apalagi di Negara yang sangat jauh. Jarak yang jauh antara aku dengan Intan.
Namun, Intan meyakinkanku untuk segera pergi ke luar negri agar aku mau di operasi dengan cara ia beralasan akan segera dinikahkan dengan lelaki pilihan papanya.ia pikir dengan cara seperti itu aku akan kecewa, membencinya bahkan melupakannya dan semakin membulatkan tekatku untuk pergi ke Boston karena dia akan hidup bersama dengan orang lain yang akan dinikahinya. Padahal itu semua bohong. Untuk pertama dan terakhir kali Intan berbohong kepadaku tentang hal sepenting ini.
“ …berarti selama ini, hati yang membuatku tetap hidup adalah hati seseorang yang paling memotivasiku untuk tetap hidup? hati yang seharusnya aku bahagiakan melebihi apapun didunia ini.”
“ ternyata aku yang telah membunuh cintaku sendiri. Aku pembunuh… “
Ribuan kali aku ucapkan kalimat itu sambil sesenggukan menyesali ketulusan Intan yang malah membuatku merasa menjadi orang yang paling biadap.
Ingin sekali aku memutar waktu. Aku lebih berharap jika aku tak melakukan operasi pencangkokan hati sekalipun, aku pasti akan bisa mati dengan bahagia di dalam pelukan Intan, tak apa jika aku di suruh memilih aku akan lebih memilih menutupkan mata dalam pangkuan Intan, ketimbang aku harus mendengar kenyataan jika Intanlah yang berkoraban agar aku bisa hidup lebih lama.
Kenapa aku harus melihat nisan bertuliskan nama orang yang paling kucintai jika aku tau karena akulah nama itu berpendar di atasnya.
Kenapa bukan aku, kenapa bukan namaku, kenapa bukan “Ollie” yang tertulis di nisan itu…
“Dia mencintaiku dengan diam sekarang…”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar