Senin, 12 November 2012

Lihat dan cermati rona Archturus itu..
dia memang yang kedua
tapi pesonanya tak akan habis sampai waktu penghabisan nanti

lihat dan cermati Prambanan kala senja..
dia memang yang kedua
tapi anggunnya masih tercium seperawan dulu

ini tentang kita
tentang kasih
tentang dusta pada pelangi


aku berdusta
tapi dustaku adalah benar (tidak sepertimu)
aku berdusta
tapi dustaku adalah nyata (tidak sepertimu)

jingga dalam pelangiku
tak pernah kubuat seperti jingga pada pelangimu
kadang kelakar mu menyeringai jika jinggaku telah bernoktah
tak apa, aku tersenyum
mungkin ini caraku menyimpan rona untuk menyangga ronamu yang meredup
tak apa, aku tersenyum
aku tak mau jadi pesakitan yang melulu cengeng
ku biarkan pelangimu menginjak rusuh
membuat onar
membuat perih

tapi ingat
ketika nanti aku telah benar-benar letih
tak ada salahnya bukan
jika sesekali kau merasakan
pilunya ronta yang kau buat sendiri gaungnya


-teman sebatas teman-

Sabtu, 03 November 2012

lentera usang disudut ruang itu,
kembali kunyalakan sore ini
ku lihat mega semakin sendu tak berpose
krisan-krisan yang dulunya rupawan
kini bisu membungkam

ah, aku kecewa pada diriku

mozaik senja penuh nanar
mengelupas tak berbekas
meraung pilu
memelas dahaga

ah, aku kecewa pada diriku

lukisan perca milikku
masih teronggok kini
bingkai belukar memeluk tiap rindunya
tak tersentuh, tak terjamah

ah, aku kecewa pada diriku


lelakiku




hangat ketika aku memeluk senja yang kau beri
hangat ketika aku melukis senyum karenamu
bahagia dengan sederhana, sesederhana tawa kita tanpa perlu mencari
bersandar memegang tanganmu, terlelap memeluk tubuhmu

lelakiku
 

Selasa, 24 April 2012

one second

Andai aku bisa duduk menatapmu sekarang, meskipun itu hanya dari seberang jalan
Andai waktuku bisa sepuluh menit lebih banyak, untuk sekadar membicarakan sesuatu yang tak penting. Meski hanya sekedar “hai...” 
Andai ada tujuh setengah hari dalam seminggu, mungkin bonus setengah hari itu aku pilih hanya untuk tertawa bersamamu
Andai malam berjalan duabelas jam lebih semenit, mungkin semenit itu bisa aku gunakan untuk memelukmu erat sebelum surya memelukku dalam kepenatan.

Tuhan,
Beri aku kamus, rumus, uranus, neptunus, merkurius, entah apapun itu..
Agar aku terbiasa dengan kejutan-kejutan yang Kau utus.
Tuhan,
Beri aku setangkai krisan kuning dari kebunMu,
Agar aku terbiasa untuk mengucap kasih atas rahmatMu.
Tuhan,
Beri aku lentera paling sederhana yang Kau punya,
Agar aku tetap tertunduk menikmati kasihMu dalam gerhana.

Tuhan,
Benarkah dia kejutan dariMu untukku?
Benarkah dia setangkai krisan kuningMU untukku?
Benarkah dia lenteraMu dalam gerhana untukku?
yaa … Semoga :)


Selasa, 17 April 2012

Love someone? ... Tell it

pernah aku menanyakan pada hatiku, tentang apa itu arti sakit
lantas ia berkata, “sakit itu ketika aku tak pernah bisa merindukan hati yang lain selain dia kekasihku”.
pernah aku menanyakan pada telingaku, tentang apa itu arti sakit
lantas ia berkata, “sakit itu ketika kelak aku mendengar kekasihku menyebut nama dia diantara aku dan kamu”.
pernah aku menanyakan pada kedua mataku, tentang apa itu arti sakit
lantas ia berkata, “sakit itu ketika kelak aku melihat kekasihku tersenyum, tetapi tidak lagi kepadaku”

tak sampai disitu, kembali aku menanyakan pada hatiku, tentang apa yang ia tahu dari rasa takut
ia menjawab lirih kali ini, “takut itu ketika aku tak lagi menjadi bagian dari kekasihku, dan aku mulai berjarak dengannya (nanti)”.
Dan lagi, aku menanyakan pada telingaku, tentang apa arti takut
Ia(pun) menjawab lirih kali ini, “ takut itu ketika suatu saat nanti tak kudengar lagi kata cinta dan panggilan sayang dari kekasihku”
Kali ini kedua mataku tak segan menimpali, “takut itu ketika kelak aku melihat kekasihku pergi menjauh dariku, melangkah.., bahkan mulai berlari semakin jauh.Damn!.. aku benar-benar tak ingin itu terjadi. membayangkannyapun aku segan”.

Ini yang terakhir, aku bertanya pelan pada hatiku, apa yang ia tahu tentang bahagia
dengan cepat ia menjawab, “bahagia itu ketika aku mengetahui jika kekasihku juga sempat merindukanku”.
-tersenyum-
Aku bertanya pada telingaku, tentang apa itu bahagia
dengan cepat pula ia menjawab, “bahagia itu ketika tak pernah bosan aku mendengar panggilan sayang dan nyataan kasih dari kekasihku”.
-ku tambah volume senyumku-
giliran kedua mataku, aku bertanya padanya tentang bahagia menurutnya
….sesaat tak kudengar jawab darinya, lalu kucoba menanyakannya lagi. Tetap sama. dia terdiam cukup lama kali ini. Aku mendekatinya, menatapnya lekat..
Dengan berbinar ia menjawab, “bahagia itu ketika sekarang aku masih bisa melihatnya berada sangat dekat denganku, mengamatinya, menatapnya, bahkan terkadang masih bisa menangisinya. Yah, itu lah kebahagiaan menurutku”.
-just -
Well, love is so simple
Have question? …. Ask
Like something? …. State it
Want something? …. Ask for it
Missing somebody? …. call
Love someone? …. Tell it

Minggu, 15 April 2012

I saw You ,
You were reading . . .
and You fell a sleep ,
I didn't dare look at You . . .
You were so different

Afterward, I couldn't stop thinking about You
it made me smile
and then I thought of all the girl who would get to hold You
of all the girl who always spent their times with You
who'd make You laugh . . .
how lucky they were

and now.. I'm the one who had your heart :)

*when you say I love you,, I can't tell you I love you too
but I just wanna say I love you more ..




Selasa, 28 Februari 2012

Tersenyum menanyakan Diri (Nya)


Aku yang memikirkan
Namun aku tak banyak berharap
Kau membuat waktuku, tersita dengan angan tentangmu...
Mengapa begini..
Gilaaa~!! Paraah ~
Harus pake cara apa biar kamu bisa ngomong apa yang sebenernya kita mau. Ckckc, sayang … kenapa coba, aku harus berperan sebagai cewek. Bukan masalah gengsi atau jaim. Tapi setidaknya kamu yang cowok, yang bisa ngomongin hal yang pengen kamu omongin dan apa yang sebenernya paling aku mau denger. d(-o-)b
Kenapa harus aku yang nanya duluan?
Uda jelas pasti kamu tau kunci jawabannya. kalo kamu Tanya apa yang menjadi sumber keruwetan ini.
Sadarkah kau, kau menggantung diriku
Aku tak mau menunggu
Sadarkah kau ku adalah wanita
Aku tak mungkin yang memulai ,,
 
Sore itu, entah kenapa Tuhan menyeruku untuk sedikit mendengar percakapan sepasang semut disebuah lubang kecil dibawah pohon di pinggir jalan yang biasa aku lewati.
Aku menanyakan pada Tuhanku, kenapa aku harus mendengarkan percakapan mereka wahai Tuhan ..
Lantas Tuhanku menjawab singkat, Dengarkan dulu ..
Aku masih bingung. Namun kuturuti saja perintahNya. Mungkin itu cara Nya untuk sedikit memberiku jawaban dari setiap tanyaku pada Nya selama ini
***
Cukup lama untukku menyimak percakapan mereka. Ku coba untuk mengartikan satu persatu apa yang mereka katakan. Aku hanya terdiam, dan sesekali tanpa sadar ku angguk-anggukan kepalaku tanda sedikit mengerti. Ahhh… dasar payah!! Aku memang payah dalam menerka sesuatu. Aku tau mimik muka sepasang semut itu. Aku tau jika mereka sedang bahagia, karena rona wajahnya kulihat memerah tanda ada luapan kebahagiaan yang siap mereka letupkan ketika musim semi tiba beberapa hari lagi. Namun, disinilah kebodohan itu muncul. Aku bodoh, terlalu bodoh untuk mengartikan dari mana, karna apa, dan mengapa mereka bisa sebahagia itu.bodoh!!
**
Tuhan  : Bagaimana keadaan mereka?
Aku      : aku rasa mereka cukup baik, malah terlihat sangat bahagia.
Tuhan : dari mana kau tau jika mereka bahagia?
Aku      : Entahlah, aku hanya dapat melihat dari cara mereka bertatap muka, bagaimana mereka tersenyum, dan seperti apa mereka mengacuhkan sekeliling karna sibuk menyimpulkan senyum dalam setiap percakapannya.
Tuhan  : Bagaimana menurutmu?
Aku      : menurutku? Apa maksutMu wahai Tuhan?
Tuhan : (tersenyum) lantas pergi lagi. Gamang.
***
Tengah malam, menjelang pagi. Tuhanku kembali menyeruku. Kini agak sedikit berbisik. Pelan. Namun lebih tegas dari biasanya.
Aku   : wahai Tuhan, ada apa Kau membangunkannku pagi buta seperti ini? Ini belum masuk waktu shubuhMu kan. Mataku ini masih berat karena semalam aku begadang menghitung bintang. Tugasku tempo kemarin.
Tuhan : Kemarilah, aku ingin menunjukkan sesuatu padamu. Aku yakin kau pasti bahagia melihatnya.
Aku : terdiam. Dan mencoba menatap lekat cahaya itu
Tuhan : sudah lihat? Percaya? Itu untukmu … tersenyumlah sekarang
Aku : itu apa? aku suka cahaya itu. Tapi cahaya itu terlalu silau untuk ku lihat dengan mata telanjang
Tuhan : (sedikit tertawa renyah) jangan gunakan matamu untuk melihatnya. Karena cahaya itu aku ciptakan bukan untuk sepasang mata. Tapi  cahaya itu sengaja aku siapkan untuk sekeping hatimu.
Aku : hati? Sekeping hati? Tapi Tuhan, bukankah hati ini telah lama terhenti? Aku tak yakin bisa menjalankannya kembali.. aku tak mampu menemukan baterai yang pas untuk ukurannya.
Tuhan : (kali ini tertawa dengan volume setingkat lebih tinggi) Tau apa kau tentang itu. Lihatlah, bagaimana aku mempersiapkannya untukmu. Cahaya itu. Yaa.. itu untukmu. Dekati ia, sapa ia, …
**
Kali ini aku mencari Tuhanku. Ku panggil Dia. Ku cari ketempat biasanya aku mengobrol dengan Nya.
~Nihil. Aku tak berhasil menjumpainya kali ini. Kenapa dengan Tuhanku? Kemana Dia?
Kau menyuruhku untuk mendengar hal terkecil yang selama ini aku coba acuhkan. Kau menyeruku untuk mendekati hal yang selama ini terus berlari menjauhiku. Kau meyakinkanku untuk terus mengejar hal itu. Mempertahankannya. Tapi sekarang ….
Tuhan aku tau jika kelebihanku, aku memiliki banyak kebodohan yang tak semua orang punya. Dan satu-satunya kekuranganku karna aku tak pernah punya satu keberanian untuk mengambil jatah kebahagiaanku.
Aku tau, jika sekarang aku mau menerima kebahagiaan darimu. Maka aku harus siap, untuk sewaktu-waktu kau ambil kebahagiaan itu. Inilah egoisku. Aku butuh, berharap dan ingin kebahagiaan itu segera ku raih. Tapi apa iya aku bisa melepasnya jika suatu saat nanti kau menagihnya. Kau menariknya. Dan Kau kembali menghempaskanku sendiri.aku takut.
Tapi ini akan lain, Jika cahaya yang telah kukenal. Yang Kau janjikan itu.  mampu bersuara padamu untuk menjagaku, menjaga senyumku. Tapi sayang, Aku sendiri tak tau apa ia benar-benar menginginkanku untuk menyentuhnya atau tidak. Meskipun banyak lilin yang mengatakan jika geliat geraknya mengatakan jika ia ingin kumiliki, begitupun aku terhadapnya.
Tapi kenapa hanya lilin-lilin itu yang berani dengan lantang meneriakkannya. Kenapa bukan cahaya itu yang mengatakan padaku. Yah, dia sudah berusaha mengatakan, menjelaskan bahkan. Tetapi itu semua kiasan. Cahaya itu hanya mampu melihatkan bias ronanya dalam remang cahaya kamarku. Indah. Sangat indah. Tapi kenapa hanya bias-bias itu yang kulihat. Aku ingin dia sesekali membakar kulitku. Sedikit sakitpun sepertinya tak apa. tapi cahaya itu terlalu baik untuk melukaiku.
Aku peka. Aku peka untuk cahaya sepertimu. Tapi aku juga butuh kau (benar-benar) yakinkan dengan hentakan suaramu. Aku ingin mendengar jika suara itu mampu menahanku untuk tidak pergi.
Aku tidak peka. Dan tak akan pernah peka. Jika cahaya itu (lagi-lagi) hanya mampu memberi bias warna kiasannya.
Aku ingin yang pasti. Aku ingin cahaya yang tadinya tak terbiasa bersuara. Kini denganku, aku mau kamu bersuara menahanku. Bukan memberi larangan untuk pergi hanya dari pajangan-pajangan cermin yang tersusun rapi mengitarimu. Tapi benar-benar sebuah suara. Meski pelan. Tapi percayakah kamu jika aku pasti mendengarnya. sayangnya tidak. kamu belum mempercayaiku untuk hal itu.